BI SARMI
















SEJAK awal mengenalnya dengan nama Sarmi. Singkat dan nama yang khas pelosok, asli Wonogiri. Tinggal tak jauh dari rumah kami. Saat mencari orang yang mau membantu bersih-bersih rumah, semua tukang menunjuk namanya. Perempuan 150 centi, setengah baya, dengan muka penuh senyum meski ada raut lelah. Kadang jalan setengah berlari. Kadang klemak-klemek seperti orang kurang darah. Bi Sarmi, adalah pahlawan keluarga.

Pada suatu hari, setelah 3 bulan bekerja di rumah saya, bi Sarmi bercerita. Dan sukses membuat saya tak bisa menahan bulir air mata. Dengan senyum lebar memperlihatkan barisan gigi yang sedikit menguning, bi Sarmi cerita baru saja bicara dengan anak cucunya di Wonogiri melalui panggilan video, "Terima kasih ya Mah, setelah kerja di sini saya jadi bisa telepon anak cucu" Katanya. Raut wajahnya memamancarkan rasa puas dan bahagia. 

Bi Sarmi baru membeli ponsel baru dari gaji yang dia kumpulkan. Sungguh saya tak mengira, dia bisa sebahagia itu.

Merantau saat umur 15 tahun, menikah dan punya tiga anak. Suaminya kerja serabutan, jadi dengan sigap khas perempuan, dia ikut menjadi garda depan demi kehidupan di dusun tempat tinggal baru, asal suaminya. Hanya ada 1 pilihan bagi Bi Sarmi untuk mendapatkan uang. Menjadi pekerja rumah tangga. Dan pekerjaan yang bisa dia lakukan hanya bersih-bersih rumah, mencuci dan setrika. Tenaganya dia kerahkan bergantian di  2 rumah yang berbeda.

Saat anaknya masih balita, dia harus mengajak si anak ke tempat kerja. Bi Sarmi nyaris buta huruf. Tetapi dia gendong anaknya ke sekolah taman kanak-kanak dekat rumah tempatnya bekerja. Dia tinggalkan anaknya sekolah, mengerjakan tugasnya. Meski buta aksara, dia orang yang selalu tepat waktu, menjemput anak dan melanjutkan pekerjaan hingga siang lalu pulang sambil menggendong buah hatinya. 

Pulang ke rumah, memasak untuk suaminya yang lebih sering menganggur setelah memberinya 3 anak. Bi Sarmi lah pahlawan buta huruf, banting tulang hingga anak-anaknya lulus sekolah menengah atas. 


Kini 3 anaknya telah mandiri, berumah tangga dan bekerja. Bi Ssrmi masih tetap bekerja di 2 rumah. Dengan senyum di wajah, ia bangga bercerita tentang 5 cucunya. Dengan rasa harga diri yang tinggi bisa memberi sangu buat cucunya saat datang menengok Simbahnya. Ia ikhlas sekali meski suaminya tak bekerja, dialah si beruang pemberi roti bagi keluarga. Bahkan kepada ibu dan keponakannya di desa. Kepada Mertuanya yang renta. Ia ikhlaskan memberi dari hasil jerih payahnya. Senyum sumringah, tetap menghiasi wajahnya yang lugu bersahaja. 


Bi Sarmi adalah pembawa pundi sejahtera, tekadnya menjadi jalan bagi rizki Tuhan mengalir melaluinya. Tiga sepeda motor, televisi, kulkas, membayar pulsa listrik, disamping nafkah utama untuk membeli sembako. Ia adalah manager yang cerdas. Memanaj gaji anak bungsunya  yang belum menikah, untuk sebuah sepeda motor kreditan, biar gaji tak hanya untuk jajan dan habis di jalan. Salut dan hormat padanya. 

Melihat kondisinya mungkin memang sudah jauh lebih baik.

 Tetapi, perempuan tangguh ini juga tak lepas dari aniaya pasangannya sendiri. Tak ada kata menyerah, kecuali pada deraan darah rendahnya, mungkin akibat kurang gizi di masa lalu, kemiskinan yang masih menghantuinya. Bila terlalu lelah, dia kerap pingsan. Tetapi semesta menjaganya. Tinggal di lingkungan yang masih peduli padanya. Menyayangi perempuan pembela harkat keluarga. 

Siapa sangka. Perempuan sederhana ini menyimpan semangat menantang hidup dengan sangat berani. Ia jujur dan mengabdi, namun juga pandai bernegosiasi. Dia hanya tidak bisa membaca karena tidak tamat SD. Tapi dia mampu mengalahkan ketakutan semua orang: kemiskinan, menjalani laku dengan tabah. Terus menari dengan gembira. Terus menebar kasih pada keluarga. Itulah Bi Sarmi.

Jadi mengapa Bi Sarmi seperti memenangi tantangan hidupnya? Bukan soal harta atau menjadi kaya raya. Bi Sarmi tetap melakoni titah sebagai manusia yang harus bekerja, berusaha, berproses dengan modal pengalaman kemanusiannya, menjalani apa yang ia hadapi dengan hatinya yang jembar. Sesulit apapun. Nyatanya ia telah melewati kebutuhan dasar dengan gemilang. Memberi makan keluarga adalah menghidupkan kemanusiaan yang ia jaga. 


Omah Sedan, 230223
Ditulis oleh RWilis

No comments