PENDAKIAN MEWAH

  KALAU bicara soal pendakian, yang terbayang pasti capeknya. Sudah capek mendaki, harus pasang tenda, harus masak pula. Padahal bonusnya adalah pemandangan yang luar biasa. Namun, buat yang tidak benar-benar niat, pasti males. 

Bagaimanapun, di dunia ini berlaku ada harga ada rupa. Awal tahun 2017, saya mencoba paket mewah seharga MYR 1.500 per orang untuk pendakian dan akomodasinya. Kalau dikurskan sekitar 4,5 juta rupiah saat itu. Yup, saya mau mendaki ke Gunung Kinabalu yang terletak di Sabah, bagian Malaysia yang nempel dengan pulau Kalimantan. Merupakan gunung tertinggi di Pulau Kalimantan dan tertinggi kelima di Asia Tenggara. Mumpung fisik masih cukup kuat, saatnya naik level, ke pendakian gunung di ketinggian lebih dari 4.000 mdpl. Cukup mahal, sih, untuk ukuran pendakian ke gunung, tetapi karena sistem di sana sudah dikelola dengan baik dan harga tersebut terbilang wajar ketika saya survei dengan beberapa operator lain, sehingga gas ajalah. 

Rombongan dari Surabaya dan Jakarta yang berjumlah enam orang ini langsung bertemu di Sabah. Kami menuju ke Kinabalu Park Headquarters, yang merupakan area penginapan dan restoran sebagai tempat istirahat sebelum pendakian. Lebih kurang 2 jam perjalanan. 

Setelah melapor ke pintu kedatangan, kami diantar ke tempat penginapan yang telah dipesan untuk grup kami, berupa bungalow cantik dengan model rumah kayu. Ketika masuk ke dalam akan terlihat dua pintu kamar dan tangga turun. Sementara lantai bawahnya berupa ruang keluarga dengan sofa hangat dan karpet bulu lengkap dengan televisi dan perapian di sebelahnya. Dilengkapi juga dengan ruang makan dan dapur dengan perkakas lengkap yang bisa digunakan. Pintu utama di lantai bawah berupa balkon yang langsung menghadap ke rapatnya pohon di depan mata. Kalaupun ingin berlibur tanpa melakukan pendakian, bersantai saja di sini, juga merupakan pilihan yang menarik. Udaranya sejuk, karena sudah berada di ketinggian 1.562 mdpl. 

Makan malam hari ini sudah termasuk dalam paket trip. Terdapat sebuah resto di dekat pintu masuk Kinabalu Park, Balsam Buffet Restaurant yang menyediakan paket buffet untuk makan malam kami, termasuk untuk sarapan besok hari. Menu makanan mulai dari menu lokal sampai ala bule, tersedia di sini. Kita bisa makan sampai kenyang. 

Esok paginya, usai sarapan, kami menunggu guide yang akan mendampingi kami dan mendaftarkan grup kami ke pos pelaporan. Masing-masing dari kami akan mendapat keplek bertuliskan grup, nama dan nomer peserta. Keplek ini harus dibawa ke mana pun karena ada beberapa titik saat pendakian, di mana kita harus menunjukkan keplek ini untuk dicatat, sehingga mereka pun bisa memantau dengan lebih baik, siapa saja yang sudah naik dan turun dengan selamat. 

Tanda Pengenal (Keplek) Masuk Kinabalu Park
Akhirnya tibalah saat memulai pendakian Gunung Kinabalu, Tidak diperlukan briefing panjang. Hanya memberikan gambaran sekilas rute pendakian dan berpesan agar kami semua tetap berada dalam kelompok, tidak berjauhan. Pukul 8.30 waktu setempat, kami mulai dibawa jalan mulai dari 0 km di Pos Timpohon Gate dan berencana untuk berhenti makan siang di pos Layang-Layang, sekitar 4 km perjalanan. Bekal makan siang telah disiapkan berupa nasi kotak yang dibawa oleh masing-masing peserta. Untuk pendampingan, disarankan jumlah peserta:guide adalah 4:1. Namun, mereka hanya bertugas mengantarkan dan menjaga, sementara jika membutuhkan jasa portir, harus menyewa secara terpisah. Lebih kurang harganya MYR 10 per kg kala itu.

Pos Timpohon Gate

Jarak pos satu dengan pos lainnya sangat dekat, antara 500 m sampai 1 km, dan setiap pos dilengkapi dengan toilet yang layak pakai, tempat sampah dan sumber air bersih. Bentuk pos juga tertata api dengan atap yang lengkap, sehingga benar-benar bisa dipakai sebagai tempat istirahat dan berteduh.

Jalur pendakian terus menanjak, jarang ada bonus semacam jalan datar, tetapi semua jalurnya sudah dibuatkan semacam undag-undagan, sehingga tinggal menapaki semacam tangga alami. Ada pun jalur yang sedikit rusak, akan dibantu diberikan tangga dari kayu. Jika ada bagian yang longsor di salah satu sisi, maka akan ditambahkan pegangan tangan berupa kayu atau tali.

Gunung Kinabalu tidak aktif dengan luapan lahar seperti di Indonesia. Hanya sering terjadi gempa. Dan yang lumayan dahsyat, sempat terjadi pada Juni 2015. Wilayah sekitar gunung rusak dan beberapa orang tewas akibat gempa dan longsor besar. Namun, pihak pengelola gunung Kinabalu cukup tanggap merespon adanya bencana. Saat 2017 itu, sudah dibentuk team SAR, yang berjaga aktif di beberapa titik. Koordinasi antara guide dan tim SAR juga sangat baik, sehingga jika ada kejadian ataupun kecelakaan bisa tertangani dengan segera.

Sesuai rencana awal, kami bisa tiba sekitar tengah hari di pos Layang-Layang untuk istirahat makan. Dua kilometer lagi akan tiba di Laban Rata Rest area, tetapi medan lebih curam, sehingga mengisi energi dulu di KM 4 ini.

Laban Rata Rest area, 3.272 mdpl merupakan penginapan dan restauran yang menampung puluhan orang. Dikelola oleh Sutera Sanctuary Lodges, sama dengan Balsam Café yang di bawah tadi. Kuota pendaki disesuaikan dengan kapasitas jumlah kamar. Pendakian kali ini benar-benar dimanjakan. Tidak perlu sibuk memasak dan mendirikan tenda, semuanya sudah tersedia. Inilah mewahnya.

Ngopi sore di Laban Rata
Menu buffet mulai dari sore sampai malam tersedia lengkap beserta minuman hangatnya. Kemudian pendaki akan istirahat di kamar bersih dengan selimut hangat. Esok dini hari, jam 2 pagi, resto akan dibuka lagi, sehingga para pendaki bisa mengisi perut lagi sebelum pendakian ke puncak. 

Kurang lebih butuh waktu normal 2—3 jam untuk tiba di puncak, sehingga biasanya pukul 02.30 waktu setempat, para pendaki sudah harus mulai naik. Jalur nikmat yang masih sama, tanjakan curam! Namun, sangat terbantu oleh adanya tangga kayu dengan pegangan tangan di sisi kiri atau kanan. 

Sampai akhirnya di pos “check point”, kita harus absen menunjukkan tanda pengenal, sehingga tercatat rapi, siapa saja yang summit attack pada hari tersebut. Selepas pos tersebut, sudah tidak ada tanjakan rapi lagi, melainkan berupa bebatuan besar dan sesekali dibantu dengan tali karena khawatir licin ataupun geser saat gempa ringan. 

Butuh mengolah nafas, karena memang jalanan terus menanjak tanpa ampun. Dan kalaupun berhenti sejenak, angin berhembus begitu dingin, sehingga tidak betah berdiam lama-lama. Meski berat, rute dari Laban Rata menuju puncak sangatlah Istimewa buat saya karena pemandangannya lain daripada yang lain. Deretan dan guratan puncak-puncak kecil yang menghiasi pemandangan saat menuju puncak, tampak begitu unik dan gagah mempesona. Namun, kalau karakteristik hutan di lerengnya, lebih variatif di Indonesia, yang mana kadang masih bisa ketemu hutan hujan tropis, berganti savana, kadang berganti dengan cekungan air, pohon yang melintang, sungai dan sebagainya.

Akhirnya tepat pukul 6.30 kami tiba di puncak Low’s Peak, puncak tertinggi Gunung Kinabalu, dengan ketinggian. 4.095,2 mdpl. Perlu toleransi tinggi untuk bergantian foto di tugu puncak tersebut, karena tempat pijakan dekat papan namanya sangat sempit. Saatnya mengibarkan bendera merah putih di langit Gunung Kinabalu. Dingin yang menusuk membuat muka jadi tembem alias mekar semua sebagai efek reaksi tubuh menahan dingin.

Puncak Kinabalu
Setelah puas foto di puncak, jalanan turun menjadi spot foto yang sangat istimewa. Gunung Kinabalu ini sebenarnya memiliki banyak puncak, salah satunya St. John, sesuai legenda di atas dan South Peak atau dikenal dengan Puncak Seringgit (1 MYR) yang sering muncul di foto icon Gunung Kinabalu dan masih banyak lagi puncak-puncak kecil lainnya. Semuanya menjadi sudut yang menarik untuk di foto.

Matahari semakin tinggi dan jalanan mulai panas. Jaket-jaket mulai dilepaskan dan menuruni jalur dengan sedikit terburu, karena lapar dan mengejar jam operasional restoran Laban Rata Rest area. Mereka hanya membuka jam makan sarapan sampai pukul 10 pagi saja. Pendaki yang turun melewati batas tersebut, tentu tidak kebagian sarapan.

Turun dari puncak Kinabalu
Bagaimana? Mewah sekali bukan? Makan tinggal makan, tidur tinggal tidur. Hanya butuh kaki kuat untuk melangkah dan nafas panjang untuk bertahan. Saat ini, beberapa gunung di Indonesia juga sudah dilengkapi dengan berbagai paket tur pendakian yang siap memanjakanmu, dengan menyiapkan makanan dan tenda, bahkan membawakan semua perlengkapanmu. Tinggal bawa diri saja dan menabung! 
Happy travelling. 

Ditulis oleh Fifin Maidarina

^Artikel ini telah ditayangkan di Harian Surya, 20 Mei 2017 dan Tribun Jateng, 13 April 2017



No comments