Ditulis oleh Indria Pramuhapsari
SURABAYA – Beberapa kali gerakannya salah, tapi Arum tetap
menari sambil melirik enam temannya. Untung saja posisi dia tepat di tengah.
Jadi, kesalahan gerakannya tidak sampai mengganggu kekompakan tim Tari Saman
siang itu.
“Latihannya
sekitar sebulan atau malah lebih gitu,”
kata Arum ditemui setelah pentas di Widya Kartika Conference Center pada Minggu
(27/7). Dia hanya nyengir lalu
membalikkan badannya ketika diingatkan soal gerakannya yang salah di panggung.
“Saya suka
sekali menari,” lanjut Arum. Pernyataan itu ditimpali Erika, Lalita, dan Afiza.
Tiga anak perempuan dari Sanggar Merah Merdeka (SMM) itu juga menegaskan bahwa
mereka memang suka menari. Bahkan, mereka semua mengikuti ekstrakurikuler tari
di sekolah masing-masing.
Keempatnya lantas
bersahutan menceritakan tari kreasi modern, K-Pop, dan tari tradisional. Mata
mereka berbinar-binar saat menuturkan aktivitas kesukaan mereka itu. “Setelah
ini, kami masih latihan lagi. Tapi tari kreasi gitu. Buat 17-an di RT,” terang Erika.
Apakah setelah besar nanti
mereka ingin menjadi penari profesional? “Emmm… Kalo saya cita-citanya sih mau jadi dokter. Tapi sekarang nari dulu,” ucap Arum lalu tertawa. Tiga
temannya ikut tertawa.
Wajah semingrah seperti Arum,
Erika, Lalita, dan Afiza juga menghiasi sudut-sudut gedung yang terletak di
kawasan Dukuh Kupang, Surabaya, pada Minggu itu. Kendati siang itu matahari
bersinar dengan begitu teriknya, lebih dari 100 anak yang berkumpul dalam
perayaan Hari Anak Nasional 2025 tetap bersemangat tinggi. Mereka menari,
menyanyi, mementaskan drama, memamerkan gerakan pencak silat, bahkan bermain angklung.
“Tiap tahun, sanggar kami
memang menggelar perayaan Hari Anak Nasional. Tapi, kali ini, kami
berkolaborasi dengan teman-teman dari sanggar yang lain juga. Ini yang
perdana,” kata Dini Larasati, ketua panitia penyelenggara.
Pelajar SMKN 10 Surabaya
yang juga relawan di SMM itu mengaku agak kewalahan juga saat melakukan
persiapan. “Saya dapat banyak pelajaran. Lebih repot dibanding tahun-tahun
sebelumnya, tapi juga lebih enjoy,”
paparnya.
Selama dua bulan, Dini
intensif berkoordinasi dengan para relawan dan pendamping dari Sanggar
Alang-Alang, Pijar, Karya Kasih Putra, dan Darma Putra Swadaya. “Enak sih kalau
kolaborasi gini. Semua anak-anak
sanggar dilibatkan. Ikut pentas semua,” lanjutnya.
Dia berharap, tahun-tahun
berikutnya perayaan Hari Anak Nasional bisa digelar bersama-sama seperti tahun
ini. Melihat antusiasme adik-adik dari sanggarnya ketika bertemu dengan
teman-temannya dari sanggar lain, diakui Dini menjadi semangat tersendiri baginya.
Perayaan yang dibuka oleh
Camat Sawahan Amiril Hidayat itu diakhiri dengan deklarasi bareng perwakilan
para relawan dari masing-masing sanggar. Sebagaimana wejangan Amiril dalam
sambutannya, para relawan bertekad untuk terus mendukung tumbuh kembang
anak-anak. Baik itu anak-anak sanggar, maupun yang ada di lingkungan mereka.
“Kalau untuk anak-anak,
apa pun pasti akan saya dukung. Saya rasa, kita semua pun akan begitu,” kata
Amiril dalam perayaan bertajuk Suara Anak
Kampung Membangun Negeri: Berani Berkarya, Berani Bersuara, Perjuangkan Asa
tersebut.
Mewujudkan masyarakat yang
ramah anak dan memprioritaskan anak-anak memang butuh kerja keras dan
kolaborasi. Karena itu, semua pihak perlu mengambil peran. Tidak ada yang
sia-sia, jika diupayakan bersama. Itu selaras dengan lirik soundtrack film Jumbo
yang menggema di Widya Kartika Conference Center menjelang penutupan acara pada
Minggu sore.
Anakku…
Ingatlah,
semua lelah tak akan tersia…
Usah
kau takut pada keras dunia! (*)
No comments