Mendengar Tak Hanya dengan Telinga


Ditulis oleh Indria Pramuhapsari

Nyanyian ini bukan sekedar nada

Aku ingin kau mendengarnya

Dengan hatimu bukan telinga


    Nukilan lirik soundtrack Jumbo bertajuk Selalu Ada di Nadimu itu tergambar nyata di ruang Audio #3 CGV Marvell City Surabaya pada Minggu (13/4) sore. Sebagian penonton film animasi yang disutradarai Ryan Adriandhy itu memang tidak bisa mendengar. Mereka adalah Teman-Teman Tuli yang berasal dari beberapa komunitas di Surabaya. 

Teman Tuli Surabaya Nonton Film Animasi Jumbo

    Tanpa kemampuan mendengar, bagaimana bisa mereka menikmati film animasi yang tengah menjadi perbincangan di seantero negeri tersebut?   

Keseruan sebagian Teman Tuli menanti studio terbuka

  “Mereka membaca teksnya sambil menyaksikan animasinya,” kata Inge Ariani Safitri, founder Kumpul Dongeng Surabaya. 

    Lantas, apakah pesan di balik film berdurasi 1 jam 42 menit itu tersampaikan? 

  “Kami di Kumpul Dongeng Surabaya terbiasa mendongeng dan bercerita kepada Teman Tuli. Maka, sejak awal, saya antusias pengin mengajak mereka nobar,” ungkap perempuan yang akrab disapa Bunda Inge tersebut.

    Sayangnya, Jumbo dengan teks Bahasa Indonesia tidak tersedia di semua kota. Surabaya, awalnya, juga tidak masuk dalam daftar distribusi Jumbo yang disertai teks Bahasa Indonesia. 

  Bunda Inge lantas bertanya ke beberapa orang sembari menjajaki kemungkinan untuk bisa menghadirkan Jumbo dengan teks Bahasa Indonesia ke Surabaya. Kegigihan mengantarkannya pada seorang teman di Jakarta yang sama-sama pendongeng. Sang teman lantas membantu Bunda Inge mengajukan request ke Visinema. 

    “Kebetulan teman ini hadir dalam premier Jumbo di Jakarta dan punya kenalan orang Visinema,” lanjutnya. 

      Singkat cerita, dikirimlah Jumbo yang dibutuhkan Teman Tuli itu ke Surabaya, tepatnya ke CGV. 

      “Hari ini kami nobar di CGV Marvell City,” kata Bunda Inge. 

     Total ada 164 peserta nobar di Audio #3. Sebanyak 78 di antaranya adalah Teman Tuli. Selain dari komunitas Kumpul Dongeng Surabaya, mereka juga berasal dari Tatuli (Cerita Teman Tuli) dan Rumah Anak Prestasi (RAP). 

Berbagai Rasa yang Terungkap

     Begitu keluar dari studio, Rizki Ahmad Mahendra mengungkapkan perasaannya setelah nobar Jumbo. “Lucu, sedih, tapi seru, tapi serem juga,” ungkapnya dengan bantuan isyarat dari sang bunda. Dia juga menyatakan bahwa jadi teman tidak boleh egois. 

    

Teman Tuli bersama Kumpul Dongeng Surabaya selepas menonton Jumbo

    “Wah, ini kosakata baru. Egois,” ujar Dikaningrum Safitri, sang bunda.

    Menurut Dikaningrum, teks Bahasa Indonesia pada film Jumbo membuat putranya menyerap kata-kata baru. “Dengan adanya subtitle, Rizki belajar vocab baru yang bisa langsung dia pahami tanpa kita perlu jelasin lagi,” paparnya. 

    Sementara itu, Fransiskus Sakha mengaku menikmati nobar dengan suasana yang agak berbeda itu. “Tadi aku nangis pas nonton Jumbo. Aku lihat Teman-Teman Tuli juga nangis padahal kan tidak dengar suaranya Don (tokoh utama Jumbo) atau lagunya Jumbo. Mereka hanya membaca teksnya tapi merasakan yang sama denganku. Seru sekali,” ungkap bocah sebelas tahun itu.  ~


Ed: WE


No comments