Ditulis oleh Windy Effendy
Cinta memang tidak pernah habis diperbincangkan. Terutama ketika cinta harus melibatkan pengkhianatan, pengorbanan, serta pertikaian. Begitu pula yang diusung oleh film Arti Cinta yang baru saja hadir di layar bioskop Indonesia.
Film bergenre drama ini bercerita tentang kehidupan Guntur Sadewa (Tio Pakusadewo) dan istrinya, Anna (Sita Nursanti), yang tadinya baik-baik saja kemudian harus diterpa badai perselingkuhan. Bertepatan dengan kenyataan bahwa putri mereka satu-satunya, Julie (Windy Apsari), telah hamil di luar nikah. Yang lebih memusingkan, Guntur dan Anna menemukan bahwa lelaki yang membuat Julie hamil ternyata adalah satu di antara tiga kemungkinan.
Poster fim Arti Cinta |
Bercerita Lewat Nada
Di antara gempuran film-film horor di bioskop Indonesia, Arti Cinta menyuguhkan satu bentuk tayangan yang berbeda. Film ini dikemas dalam bentuk drama musikal. Lagu-lagu menarik bertebaran sepanjang film. Beberapa lagu yang sudah akrab di telinga penonton pun diperdengarkan melalui aransemen ulang yang menarik oleh Bongky Marcel. Lagu seperti Arti Cinta (Ari Lasso), Rumah Kita (God Bless), Seperti yang Kau Minta (Chrisye), dan Selamat Ulang Tahun (Jamrud), membuat koneksi antara penonton dan film semakin terbangun. Tanpa perlu dinyanyikan penuh, lirik lagu yang dinyanyikan oleh pemeran menjadi dialog yang bercerita dan sesuai kisah yang disuguhkan.
Olga Lydia, produser film Arti Cinta, mengatakan bahwa ia ingin mengangkat isu yang cukup berat menggunakan cara yang ringan sehingga mudah diterima penonton. Penggunaan lagu atau musik sebagai medium penyampaian pesan adalah jalan yang dipilihnya. Kecuali saat Julie yang bernyanyi di tengah hujan, seluruh adegan nyanyian dalam film ini diambil secara langsung tanpa menggunakan rekaman. Tantangan untuk para pemain sekaligus kru film untuk menghasilkan suara yang jernih dan natural. Setiap pemain dibekali mikrofon dan menggunakan penyuara telinga untuk mendengarkan minus one saat harus bernyanyi. Olga mengatakan, selain Bongky sebagai music director yang sangat jenius, sound engineer dalam film ini juga luar biasa. Setiap adegan yang dipadukan dengan lagu dipoles sempurna.
Guntur (Tio Pakusadewo) dan Julie (Windy Apsari) yang menggambarkan kedekatan ayah dan anak perempuannya (diambil dari trailer Arti Cinta) |
Selain mengangkat lagu-lagu yang sudah hits dan diaransemen ulang, ada pula empat lagu yang menjadi original soundtrack film Arti Cinta. Lagu Cinta Hilang dinyanyikan oleh Windy Apsari, Better Day dan Papi Galak Banget dibawakan Samo Rafael, serta All the Goodbyes in the World dalam duet Windy dan Samo. Semua liriknya ditulis oleh Monty Tiwa dan dikomposisi oleh Bongky Marcel.
Aktor dan aktris yang dipilih oleh Olga pun dipikirkan baik-baik. Kehadiran Sita, yang dikenal sebagai personel Rida Sita Dewi, sudah dipastikan untuk memerankan Anna. Sementara, secara mengejutkan Tio Pakusadewo memerankan Guntur yang tentu saja memiliki porsi bernyanyi. Menurut Olga, Tio memiliki kemampuan musikalitas yang tinggi sehingga dianggap cocok dipasangkan bersama Sita. Karakter Guntur yang digambarkan sebagai vokalis ternama grup musik yang melegenda pun diperankan sangat menarik oleh Tio. Samo Rafael dan Marthino Lio pun memiliki latar belakang musik sehingga dapat menjiwai peran mereka dengan baik.
Pemilihan sutradara pun penting untuk mengemas sebuah film musikal. Oleh karena mempertimbangkan adanya unsur komedi dalam film drama ini, Olga memilih Monty Tiwa yang sudah teruji. Olga pun memasangkan Monty dengan Tepan Kobain, sutradara yang sudah sering mengemas video musik penyanyi Tanah Air. Dalam produksi filmnya, Monty lebih banyak memimpin pada pengambilan adegan drama, sementara Tepan menangani adegan yang harus dikombinasi nyanyian.
Proses pengambilan gambar selama total tiga minggu dilakukan dengan jeda satu hari setiap setelah hari syuting. Bagian paling lama adalah pembuatan script, termasuk ketika harus memikirkan pemilihan lagu secara saksama untuk menguatkan adegan.
Pesan tentang Perempuan Kuat
Perlima mendapatkan kesempatan untuk ikut nonton bareng film Arti Cinta bersama Olga Lydia, sang produser, di XXI Ciputra World Surabaya pada Jumat, 25 Juli 2025. Setelah itu, Olga pun meluangkan waktu untuk duduk bersama sejenak dan bicara lebih dalam tentang film ini.
Peserta nonton bareng dari Perlima bersama Olga Lydia (foto oleh Ko Yung) |
Olga mengatakan bahwa ia ingin menyuarakan keresahannya pada masalah-masalah penting yang ada di masyarakat pada saat ini. Film ini pun dibuatnya setelah mendengarkan kisah orang-orang yang ada di sekitarnya, terutama persoalan perempuan hamil di luar nikah yang kebanyakan diselesaikan melalui keharusan menikahi lelaki yang telah berbuat. Namun, Olga tidak ingin memilih solusi tersebut. Baginya, lebih penting untuk mengubah situasi, menciptakan masa depan yang lebih baik untuk perempuan dan anak yang akan dilahirkannya. Mencari jalan untuk bahagia, mendapatkan suami yang dapat melindungi serta mampu memberikan rasa sayang adalah jalan yang terbaik—daripada sekadar mengikat lelaki yang “harus” bertanggung jawab.
Isu tersebut yang diangkat Olga dalam film Arti Cinta. Perselingkuhan selalu menjadi hal yang tidak pernah habis dibicarakan. Ketidaksetiaan Guntur terhadap Anna seolah digulirkan semesta kepada Julie, yang mengalami kisah serupa. Olga berangkat dari satu pertanyaan: ketika bapak-bapak berselingkuh sudah biasa, atau memiliki anak lelaki playboy bahkan dibanggakan, apa yang terjadi ketika anak perempuan menjadi playgirl? Jawabannya menjadi tidak mudah, terutama saat menghadapi kenyataan ada anak yang harus dilahirkan. Di kasus Julie di Arti Cinta, ia adalah anak perempuan semata wayang yang melihat dan mengagumi sosok bapaknya, yang ternyata tidak sesempurna yang dibayangkan.
Konferensi Pers bersama Olga Lydia (foto oleh Fifin Maidarina) |
“Cerita ini sebetulnya banyak kita temui di antara kita,” kata Olga. Situasi yang dihadapi setiap orang pasti berbeda-beda. Keputusan atau penyelesaian yang diambil pasti melalui banyak pertimbangan dan diambil secara berbeda. Itulah mengapa Olga tidak ingin memberikan sebuah nasihat melalui film ini. Olga hanya berharap para penonton dapat melihat sebuah gambaran. Sadar bahwa sebenarnya perempuan itu kuat. Sebuah pesan yang dititipkan melalui karakter Anna, yang awalnya diam walau mengetahui perselingkuhan suaminya. Sejauh Guntur bahagia, Anna juga beranggapan ia akan turut bahagia. Namun, setelah mengetahui bahwa anaknya hamil dan ternyata juga mengalami perlakuan yang serupa dari calon suaminya, karakter Anna pun mengalami perubahan. Ia menjadi sosok yang mampu membela keluarganya, anaknya dan suaminya. Ia menjadi perempuan yang berani mengambil keputusan.
Olga Lydia saat diwawancara (foto oleh Fifin Maidarina) |
Mempertanyakan Rasa
Sepanjang menyaksikan film ini, ada banyak lapisan cinta yang dapat dipahami penonton. Seperti judulnya, penonton diajak memikirkan apa arti cinta yang sebenarnya lewat suguhan adegan dan nyanyian yang indah. Namun, dalam setiap menitnya, saya mencoba merenungkan kembali apa yang sebenarnya terjadi dalam kisah di film ini.
Secara sederhana, cinta yang ada pada sepasang suami istri sebenarnya merupakan sebuah perwujudan dari transformasi cinta yang berkembang sesuai keadaan. Sepasang manusia yang bertumbuh dan menguatkan cinta yang dimiliki sepanjang masa pernikahan. Dalam film ini, cinta antara Guntur dan Anna dirusak oleh rasa tidak percaya. Pengkhianatan. Yang menjadi bahan perenungan dalam adalah sikap Anna menghadapinya. Anna digambarkan diam dan tampak tak berdaya walau mengetahui perselingkuhan suaminya. Penonton pun dibuat gemas. Apakah harus perempuan selemah itu? Dengan suara-suara yang mendorong perempuan di masa kini untuk kuat dan melawan, berdiri sendiri dan tidak boleh kalah, sikap Anna menjadi tidak relevan.
Guntur dan Anna (Sita Nursanti) yang merenungkan cinta (diambil dari trailer Arti Cinta) |
Penonton diajak kembali merenung ketika adegan flashback bagaimana cinta Guntur dan Anna bersemi di masa lalu mereka. Apakah kemudian cinta yang tumbuh di antara mereka sekuat itu—pada dasarnya—untuk membuat Anna bergeming dan tidak berteriak? Apakah sebenarnya cinta Anna untuk Guntur hanya jatuh karena petunjuk dari ibunya yang mengatakan akan ada lelaki yang membawa bunga mawar dan menjadi jodohnya?
Perjalanan cinta mungkin tidak menjadi sesederhana itu ketika suami istri kemudian melalui tahun-tahun yang berat dan ujian kehidupan, seperti Anna yang telah mendampingi Guntur dan merasa tetap bisa bahagia walau ada rahasia yang disembunyikan. Bila sepanjang film karakter Anna tidak berubah, tentu penonton akan kecewa. Ternyata, perubahan Anna menjadi sosok yang kuat di bagian tengah hingga akhir cerita, membuat kisah yang disajikan menjadi cukup menarik.
Yang kedua, cinta seorang ayah kepada anak perempuannya. Sering dikatakan, ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Seorang anak perempuan pun dikabarkan paling dekat kepada ayahnya. Lalu kemudian, dalam film ini, keduanya patah hati. Julie kecewa karena fakta mengejutkan tentang ketidaksetiaan ayahnya yang berhubungan dengan calon suaminya, dan Guntur pun kecewa atas situasi yang terjadi pada putrinya: hamil di luar nikah.
Saya gemas menyaksikan ekspresi Guntur yang terasa kurang menggigit ketika mengetahui anaknya hamil. Bagaimana seorang ayah bisa sesantai itu ketika anaknya telah melakukan hal yang sangat terlarang. Apalagi anak satu-satunya. Hancurnya hati Guntur rasanya terlalu datar dan biasa saja. Bahkan sempat ada situasi yang menggelikan saat berjumpa ketiga pemuda yang dicurigai salah satunya sebagai ayah sang bayi. Kekuatan karakter Guntur dan akting Tio terasa lebih kuat ketika ia mengetahui bahwa calon suami Julie ada hubungan dengan wanita yang dipacarinya. Sebuah egoisme terselubung yang disampaikan secara halus. Sebenarnya apa yang dikhawatirkan Guntur? Anaknya yang tidak boleh menikah dengan lelaki itu atau dirinya yang akan kehilangan wanita kedua?
Ketiga, sebagai ibu, Anna pun tak nampak terlalu hancur. Terasa sekali bagaimana permainan rasa itu hanya di permukaan. Hanya karena sekadar bermain film. Ada yang masih bisa dikuatkan dari ekspresi seorang ibu yang kecewa. Walau mungkin ingin digambarkan bahwa yang terpenting adalah solusi dalam mengatasi masalah yang ada sehingga tak perlu terlalu berlarut dalam amarah dan kesedihan. Cukup menarik. Namun, kurang menyentuh hati. Atau karena memang harus dikemas dengan unsur komedi, derajat kemurkaan mungkin menjadi disederhanakan.
Keruntuhan jiwa Julie, menjadi sebuah potret yang mengasyikkan untuk dinikmati—dalam waktu singkat. Sejenak, saya memikirkan kembali gambaran tokoh Julie yang seolah mewakili generasi saat ini. Tak peduli, asal beres dengan cepat, mari lanjut menikmati hidup. Terasa miris. Satu-satunya yang terasa cukup menghayati “kepedihan” adalah Marthino Lio yang berperan sebagai Rio yang rela menjadi tumpuan Julie saat dia terpuruk.
Sebuah dialog Anna menggarisbawahi pernyataan yang diberikan oleh Olga dalam persoalan isu ini. Pilihan untuk mencari orang yang bertanggung jawab secara genetika atau mencari orang yang memang mau membahagiakan ibu dan anaknya, memang sulit.
“Kamu mau cari bapak dari bayi ini, atau mau cari orang yang mencintai anak kita?” ~Anna, Arti Cinta.
Pada akhirnya, kebahagiaan itu menjadi satu pilihan. Pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan haruslah sangat matang. Bila ada jargon “cinta tak selalu harus memiliki”, muncul pertanyaan yang sebaliknya. Bila cinta bisa diusahakan untuk dimiliki, kenapa tidak berjuang untuk itu?
Film ini memang menyajikan isu yang sangat menarik. Sekaligus memberikan sebuah realitas yang memang benar-benar terjadi di masyarakat kita. Para ayah dan ibu bolehlah menyaksikan film ini dan melanjutkannya dengan diskusi yang dalam. Para gadis dan jejaka pun harus duduk dan berbincang panjang bersama para orang tua setelah menyaksikan film ini. Tidak mudah untuk menyampaikan pesan, lebih tidak mudah lagi untuk memastikan apakah pesan itu sudah terpahami sempurna.
Seperti yang dikatakan oleh produser film ini yang cerdas dan cantik, Olga Lydia, tidak ada nasihat yang harus diberikan. Fakta dan gambaran yang ada di film ini menjadi cukup untuk merenung dan mempertanyakan kembali pada diri masing-masing: apakah cinta yang dimiliki, diberikan, dan dipersembahkan kepada orang-orang terdekat sudah yang sebenar-benarnya?
Olga Lydia dan perwakilan Perlima, Windy Effendy dan Fifin Maidarina (dokumentasi Perlima) |
~wind
^Foto cover diambil dari trailer Arti Cinta
#articinta #windyeffendy #perempuanpenulispadma #resensifilm
Kerennn
ReplyDelete